Minggu, 11 Oktober 2009

Siapkan Sendiri "Red Box" Anda Jika Terjadi Gempa



KHAWATIR akan terjadi gempa? Mari kita persiapkan diri jika mengalami gempa. Lebih baik kita bersiap-siap dan menyiapkan pertolongan pertama terhadap keadaan darurat yang timbul setelah gempa terjadi. Buatlah alat pertolongan pertama sendiri yang bisa Anda gunakan saat situasi mengharuskan Anda.

Peralatan ini merupakan "red box" Anda yang mengindikasikan keadaan darurat untuk menyimpan obat dan alat - alat kesehatan, sehingga Anda bisa bertahan di dalam rumah, dalam mobil dan di tempat kerja.

Simpanlah peralatan medis Anda dalam sebuah kotak berukuran sedang sehingga bisa dengan mudah Anda bawa dan sebaiknya antiair. Jangan lupa melakukan pemeriksaan berkala untuk mengecek apakah peralatan dan obat Anda masih belum kadaluarsa. Sedikit tips : Jika Anda mempunyai masalah kesehatan yang mengharuskan Anda memakai obat rutin jangan lupa memasukkannya.


- Cairan pencuci luka
- Salep antibiotik
- Sachet kapas alkohol
- Tablet sakit kepala, demam, diare dan obat rutin Anda
- Obat tetes mata untuk iritasi





- Plester coklat untuk menahan kasa
- Kain kasa
- Kapas
- Cotton bud
- Plester untuk luka kecil
- Kain segiempat yang lebar bila sendi cedera
- Tali elastis yang cukup panjang untuk menahan kain

- Buku kecil cara pertolongan pertama
- Gunting kecil
- Pinset
- Termometer
- Sabun cair kecil
- Tissue
- Pelindung mata
- Gelas kertas
- Pisau lipat
- Plastik kecil
- Jarum dan benang
- Tisu basah
- Tali untuk mengikat

Jangan lupa untuk menyimpan makanan yang bisa bertahan lama serta air kemasan sehingga anda bisa bertahan sampai minimal 3 hari lamanya sebelum pertolongan datang. Pastikan Anda mengatakan pada anggota keluarga dimana akan bertemu ketika terjadi gempa, buatlah meeting point keluarga jika sampai terpisah.







Yang Perlu Dilakukan Sebelum, Selama, dan Setelah Gempa

PARA ahli sudah mengingatkan bahwa kita memang hidup di daerah yang rawan gempa. Untuk itu, perlu kiranya diketahui, apa-apa saja yang perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah gempa.

Berikut adalah tips yang disampaikan dr Intan Airlina Febiliawanti, seorang dokter yang mempunyai minat besar pada dunia jurnalistik yang sedang magang di Kompas.com.

Sebelum gempa:
- Pastikan Anda memiliki tabung pemadam kebakaran, perlengkapan red box, sebuah radio bertenaga baterai, senter, dan baterai ekstra di rumah/di kantor.
- Belajar pertolongan pertama.
- Pelajari cara mematikan aliran gas, air, dan listrik rumah/kantor Anda.
- Susun rencana untuk menentukan tempat bertemu bagi keluarga Anda setelah sebuah gempa bumi terjadi.
- Jangan meninggalkan benda-benda berat di rak-rak sehingga akan jatuh akibat gempa.
- Pastikan perabotan, lemari, dan peralatan bertahan erat di dinding atau lantai.
- Pelajari jalan keluar darurat yang harus diambil ketika gempa terjadi di sekolah atau tempat kerja Anda.

Selama gempa:
- Tetap tenang! Jika Anda berada di dalam ruangan, tetap tinggal di dalam. Jika Anda berada di luar, tetap berada di luar.
- Jika Anda di dalam ruangan, berdiri di dinding di dekat pusat gedung, berdiri di dekat pintu ruangan, atau merangkak di bawah perabotan berat (meja). Jauhi jendela dan pintu luar.
- Jika Anda berada di luar ruangan, jauhi area jaringan listrik atau apapun yang mungkin terjatuh. Jauhi bangunan agar terhindar dari kemungkinan tertimpa bangunan.
- Jangan langsung gunakan korek api, lilin, atau nyala api. Pastikan dulu tidak ada kebocoran gas.
- Jika Anda berada di dalam mobil, hentikan mobil dan tinggal di dalam mobil sampai gempa bumi berhenti.
- Jangan gunakan lift karena Anda mungkin akan terjebak.

Setelah gempa:
- Periksa diri Anda dan orang lain, apakah ada yang terluka. Berikan pertolongan pertama bagi siapa saja yang memerlukannya.
- Periksa air, gas, dan kabel listrik dari kerusakan. Jika katup gas rusak, usahakan tutup katupnya. Periksa apakah ada bau gas. Jika Anda mencium baunya, buka semua jendela dan pintu, lalu segeralah pergi dari daerah itu.
- Aktifkan radio. Jangan gunakan telepon kecuali keadaan darurat.
- Jangan masuk ke bangunan yang rusak.
- Hati-hati bila berada di sekitar pecahan kaca dan puing-puing. Jika bisa, kenakan sepatu bot atau sepatu kokoh untuk menjaga kaki Anda.
- Jauhi pantai. Tsunami kadang bisa timbul setelah tanah berhenti bergetar.
- Jauhi daerah yang rusak.
- Jika Anda berada di sekolah atau di tempat kerja, ikuti rencana atau petunjuk yang dibuat dalam keadaan darurat.
- Waspada terhadap gempa susulan.

Sumber : geo.mtu.edu

Minggu, 04 Oktober 2009

Di Balik Kontroversi Pengesahan RUU Kesehatan


Syarat Aborsi, Izin Tokoh Agama

KOMISI IX DPR tetap kukuh mengesahkan RUU Kesehatan. Meski keputusan itu menuai kontroversi, anggota komisi menutup kuping kanan kiri. Mengapa? Ada apa regulasi itu? Sejumlah kalangan meyakini UU itu bisa dibatalkan melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Peneliti senior Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan, DPR memanfaatkan momen sempit menjelang Lebaran untuk mengesahkan RUU tersebut.
     Padahal, kata dia, masih banyak celah pada beberapa pasal aturan tersebut. Karena itu, ICW bersama sejumlah LSM dan kalangan medis akan kembali meninjau pasal per pasal UU tersebut. "Jika masih tak banyak berubah, kami akan mengajukan judicial review ke MK. Kemungkinan untuk menempuh jalur itu 80 persen," terangnya kemarin.
    Febri menilai, dalam draf RUU Kesehatan, terdapat banyak pasal sensitif. Salah satu di antaranya adalah pasal yang berkaitan dengan hak untuk melakukan tindakan aborsi. Dalam RUU itu disebutkan, tindakan aborsi harus mendapatkan persetujuan, antara lain, tokoh atau panel agama. Menurut dia, persetujuan dari panel agama itu masih belum dijelaskan dengan benar-benar terperinci dan secara birokratis sangat memberatkan.
    Koordinator Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) Ratna Batara Munti mengamini hal itu. Menurut dia, syarat-syarat aborsi sebagaimana diatur dalam RUU Kesehatan dinilai dapat menghambat upaya menurunkan angka kematian ibu. Sebab, ada birokrasi yang harus ditempuh perempuan yang ingin melakukan aborsi. "Birokrasi itu bisa membuat perempuan memutuskan untuk melakukan aborsi dengan cara yang tidak aman. Itu malah mengakibatkan kematian pada perempuan," terangnya.
    Ratna menyebutkan, pasal 84 ayat (2) RUU tercantum, larangan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau bagi kehamilan akibat pemerkosaan. Dengan syarat, tindakan aborsi mendapatkan rekomendasi dari lembaga, institusi, atau ahli atau tokoh agama setempat sesuai norma agama. "Ini tidak jelas," kritiknya.
    Bukan hanya itu. Menurut dia, banyak pasal yang mendiskriminasi kaum perempuan. Padahal, Indonesia telah meratifikasi Konvensi CEDAW (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan) melalui UU No 7/1984. Kenyataannya, justru UU Kesehatan dinilai bertentangan dengan prinsip nondiskriminasi serta ketentuan dalam Konvensi CEDAW (Rekomendasi Umum Komite CEDAW No. 24 tentang Perempuan dan Kesehatan).
    Pasal 81 huruf (a) RUU Kesehatan menyebutkan, setiap orang berhak menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan atau kekerasan dengan pasangan yang sah. Dalam penjelasan itu, kata Ratna, yang dimaksud dengan pasangan yang sah adalah suami istri yang diakui dan terbukti sah menurut ketentuan hukum yang berlaku.
    "Artinya, pemerintah dalam hal ini tidak mempertimbangkan kelompok perempuan lajang, pernikahan yang tidak tercatat, dan sebagainya" Bukankah mereka adalah warga Indonesia juga?" katanya.
    Ketua LSM Koalisi untuk Indonesia Sehat (KUIS) dr Firman Lubis juga menyorot masalah aborsi. Menurut dia, tindakan aborsi turut berkontribusi terhadap berkurangnya 15 persen dari angka kematian ibu melahirkan di Indonesia.
    Firman menjelaskan, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi atau berada di kisaran 250 per 100.000 angka kelahiran hidup saat melahirkan. Jumlah tersebut, menurut dia, lima kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Vietnam. Saat ini angka kematian ibu melahirkan di Malaysia sekitar 40 per 100.000 perempuan. Karena itu, seharusnya pasal itu dipertimbangkan kembali.
    Febri Hendri kembali memaparkan sejumlah pasal bermasalah. Yaitu, (DIM) 51 pasal 12 ayat 1 mengenai pelimpahan tanggung jawab negara kepada masyarakat. Pasal itu berbunyi, setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempetahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
    Bunyi pasal itu dinilai merupakan kemunduran dari UU Kesehatan Nomor 23/1992 pasal 9. Pasal itu menyebutkan, pemerintah bertanggung jawab atas penyediaan pelayanan kesehatan bagi warganya. "Ada kemunduran. RUU ini berupaya mengurangi beban pemerintah dan sebaliknya menambah beban masyarakat," terangnya.
    Ada juga pasal yang belum menyebutkan secara jelas dan eksplisit tentang hak pasien untuk mendapatkan bantuan hukum. "Dalam draf UU Kesehatan, memang disebutkan tentang ganti rugi, tetapi tidak tertulis secara jelas tentang bantuan atau perlindungan hukum untuk pasien," ungkapnya.
    Padahal, dalam UU tentang Tenaga Kesehatan disebutkan secara jelas tentang ketentuan tenaga kesehatan yang memperoleh bantuan hukum. ICW mengkhawatirkan ketidakjelasan itu bisa mengakibatkan terulangnya kembali konflik hukum seperti kasus Prita Mulyasari melawan Rumah Sakit Omni International.
    Dengan berbagai persoalan itu, sudah sepatutnya UU Kesehatan kembali ditinjau ulang. Menurut Febri, jika tak ada aral melintang, ICW dan beberapa LSM yang lain bakal mengajukan judicial review.
    Ketua Pansus RUU Kesehatan Ribka Tjiptaning mengatakan, RUU Kesehatan itu merupakan inisiatif dari DPR yang diajukan sejak 2003. RUU tersebut diajukan karena substansi UU No 23 Tahun 1992 dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
    Selain itu, kata dia, ada beberapa substansi baru yang dinilai tidak ada dalam UU Kesehatan lama. Salah satu di antaranya, mengatur ketentuan aborsi. Ribka menjelaskan, UU itu mengatur dua kondisi ketentuan aborsi.
    Pertama, karena ada indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan. Kedaruratan itu bisa mengancam nyawa ibu dan janin atau menderita penyakit genetik berat dan cacat bawaan. Akibatnya, semua tidak bisa diperbaiki lagi hanya dengan mengorbankan salah satu di antaranya, nyawa ibu atau si cabang bayi.
     Kedua, kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan. Namun, sebelum melakukan aborsi, korban pemerkosaan yang hamil harus melalui konseling pra tindakan dan pasca tindakan yang dilakukan konselor berkompeten. "Ukuran berkompeten dan berwenang bisa dilihat bahwa orang tersebut memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan," jelasnya. Yang menjadi konselor bisa dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta setiap orang yang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu.
    Ribka menilai, pengesahan RUU itu juga untuk memperbaiki upaya perlindungan pelayanan kesehatan konsumen. Yaitu, problem utama masalah kesehatan di Indonesia.
    Secara jelas, pasal dalam UU itu menyebutkan, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien atau meminta uang muka. Selain itu, UU tersebut menyebutkan akan memberikan sanksi kepada pengelola rumah sakit jika menolak pasien dalam kondisi darurat.
    Sanksi itu berupa kurungan 2-10 tahun. Termasuk denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar. "Kalau kontroversi, itu wajar. Tapi, secara umum, UU ini telah memberikan perlindungan terhadap konsumen," jelasnya. (kit/iro)

SumberJawa Pos National Network (JPNN)

Info terkait baca juga RUU Kesehatan Disahkan: Pembiayaan Kesehatan 5% Dari APBN dan 10% Dari APBD

Jumat, 02 Oktober 2009

Pandeglang Harus Siap Hadapi Ancaman Bencana



HAMPIR separuh wilayah Indonesia, termasuk wilayah Banten dan Pandeglang dipastikan memiliki potensi bencana alam, karena letak geografisnya yang dijalur gempa. Ancaman tsunami disepanjang pantai dan bencana alam lainnya yang sering terjadi seperti banjir, longsor dan gunung berapi serta kekeringan yang panjang dan kebakaran terkadang juga dapat mengakibatkan bencana bagi manusia.

Gempa bumi dan bencana alam yang terjadi di Jawa Barat dan  Sumatera serta beberapa daerah lain di tanah air yang terjadi belakangan ini harus menjadi peringatan bagi kita bahwa kejadian tersebut tidak bisa diprediksi kapan dan seberapa parah tingkat kegawatannya. Yang bisa dilakukan kini adalah melakukan kesiapsiagaan bila gempa dan bencana alam terjadi sehingga korban kesakitan dan kematian dapat diminimalisir.

Hingga kini diperkirakan masih ada ribuan pengungsi akibat bencana alam dan gempa bumi yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, dengan sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Dalam keadaan seperti ini, baik bencana alam maupun kerena ulah manusia, para orang tua lanjut usia (Lansia), wanita dan anak-anak merupakan kelompok umur yang relatif paling lemah dan menjadi sangat rentan terhadap kemungkinan sakit dan cidera. Oleh karena itu, mereka khususnya para anak memerlukan perawatan dan perhatian yang memadai agar kesehatannya tetap terjaga.

Pada saat bencana atau dalam keadaan kedaruratan, anak-anak harus tetap mendapatkan pelayanan kesehatan dasar yang memadai, termasuk imunisasi campak, makanan yang memadai dan gizi tambahan. Selain itu pemberian air susu ibu (ASI) sangat penting untuk anak dibawah dua tahun sekalipun berada dalam situasi bencana atau kedaruratan. Pasalnya, penyakit akan mudah tersebar ditempat yang padat oleh manusia. Oleh karena itu anak yang hidup dalam kondisi padat, terutama dalam pengungsian atau keadaan bencana, perlu segera mendapat imunisasi campak begitu tiba ditempat yang dijadikan tempat tinggal sementara. Begitupun Suplemen vitamin A juga perlu diberikan dan semua imunisasi dalam keadaan darurat harus diberikan dengan jarum suntik sekali pakai.

Idealnya imunisasi campak harus segera diberikan pada anak di lokasi sementara atau pengungsian. Pasalnya penyakit campak biasanya menjadi lebih berbahaya jika anak berada dalam kondisi kurang gizi atau tinggal ditempat yang padat dan kotor. Campak juga seringkali menyebabkan diare berat. Oleh karena itu begitu penyakit campak tersebar, anak yang terkena campak harus segera dijauhkan dari anak-anak lainnya. Manfaat lainnya, dengan memberi imunisasi campak pada anak umur sembilan bulan dapat mencegah diare dan menghindari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang dapat menyebabkan radang paru-paru atau pneumonia. Jika karena berbagai alasan, anak belum mendapat imunisasi lengkap pada umur satu tahun, imunisasi lengkap harus diberikan secepat mungkin.

Berkenaan dengan upaya antisipasi dan penanganan bencana alam yang sewaktu-waktu bakal terjadi, sektor kesehatan memegang peranan vital untuk bisa memberikan pelayanan kepada semua korban yang hidup, luka maupun meninggal. Oleh karena itu kesiapsiagaan penting disaat sebelum terjadi bencana.

Guna mengantisipasi kejadian bencana alam dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular, Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang telah membentuk tim terpadu lintas program atau Tim Gerak Cepat (TGC) dalam penanganan bencana alam dan kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular. Tim tersebut sebenarnya telah dibentuk sejak tiga tahun lalu yakni berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang No. 438/Peg.143/Kes-VII/2006 tanggal 26 Juli 2006, dengan tugas pokok melakukan kesiapsiagaan dalam penanganan masalah kesehatan masyarakat khususnya jika terjadi bencana alam seperti gempa, tsunami atau banjir dan bencana lainnya, atau apabila terjadi kejadian luar biasa penyakit menular yang menyerang masyarakat seperti KLB diare, demam berdarah, campak dan penyakit menular lainnya, dapat segera ditangani secara terencana, terkoordinasi dan terpadu.

Sebelum TGC ini dibentuk, sebenarnya jajaran kesehatan sudah melakukan siaga dalam melakukan penanggulangan masalah kesehatan khususnya dalam penanganan kejadian luar biasa penyakit. Kesiapsiagaan tersebut dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing bidang di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang dengan melibatkan secara penuh petugas puskesmas di tingkat kecamatan.

Saat itu TGC dibentuk atas dasar kebutuhan dan merespon kejadian gempa pada 17 juli 2006 yang sempat mengguncang wilayah pesisir pantai Pandeglang, walau tidak terjadi bencana alam tsunami ternyata sempat terjadi gelombang pengungsi dari warga di sekitar pantai, dan biasanya akan timbul masalah kesehatan di tempat pengungsian yang perlu segera ditangani, dengan pengalaman tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang memandang perlu membentuk Tim Gerak Cepat.

Dasar pembentukan lainnya adalah, bencana alam dan kejadian luar biasa penyakit menular merupakan suatu proses kejadian alamiah atau akibat perilaku manusia yang dapat mengganggu dan menghambat aktifitas kehidupan dan penghidupan masyarakat disekitarnya, bahkan dapat menimbulkan malapetaka yaitu kehilangan harta atau jiwa. Oleh karena itu penanganannya perlu diupayakan secara terpadu, terencana dan terpadu, khusus untuk jajaran kesehatan, TGC telah mengamanatkan dan diminta harus sudah siap dan selalu siaga menghadapi bencana alam yang belakangan banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia, serta kemungkinan terjadinya KLB penyakit menular pada musim tertentu yang ekstrim.

Tim Gerak Cepat yang telah dibentuk tersebut terdiri dari 3 bagian yakni, bidang yang menangani bencana dan KLB secara koordinatif ditingkat kabupaten, bidang yang menangani pelayanan langsung saat bencana atau KLB, serta bidang yang menyiapkan logistis dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan untuk penanggulangan bencana atau KLB.

TGC DINAS KESEHATAN KABUPATEN PANDEGLANG ini dalam beberapa hal dan kesempatan sudah teruji kehandalannya terutama saat menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit. Namun belum diuji untuk penanganan bencana alam yang tingkat keparahan dan areal wilayah yang sangat mungkin jauh lebih luas. Namun setidaknya, dibentuknya TGC secara internal petugas di jajaran kesehatan sudah mengetahui tugas dan peran masing-masing pada saat bencana atau KLB terjadi, agar masalah kesehatan yang terjadi dapat segera ditanggulangi dan penanganannya cepat, sehingga korban kesakitan dan kematian akibat bencana dan KLB dapat kurangi seminimal mungkin. Tentu saja  dalam operasionalnya TGC harus bergabung dengan satuan pelaksana penanggulangan bencana (Satlak PB) Kabupaten Pandeglang.


Untuk mengantisipasi bencana alam dan keadaan darurat ke depan, Kepala DINAS KESEHATAN KABUPATEN PANDEGLANG, H. Iskandar dalam suatu kesempatan menyatakan sudah melakukan persiapan yang matang menghadapi segala kemungkinan yang bakal terjadi. Persiapan tersebut termasuk ketersediaan logistik, kemampuan dan ketrampilan tenaga kesehatan yang memadai serta sumberdaya kesehatan lainnya yang mendukung kelancaran tim kesehatan melaksanakan tugas. Kadinkes Pandeglang juga mengaku untuk lebih mengefektipkan kinerja tim, jika perlu akan merevisi SK No. 438/Peg.143/Kes-VII/2006 yang akan disesuaikan dengan kebutuhan terkini dalam menghadapi bencana dan memberikan tugas secara rinci. bagi setiap anggota tim dalam menjalankan tugasnya. Kita tunggu saja apa langkah yang akan disiapkan TGC ke depan, sebab sangat perlu diingatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana ini mutlak... kalau ini tidak dilakukan dari sekarang, kapan lagi........ ?

Pentingnya menyebarluaskan dan mempraktekan informasi tentang bencana dan kedaruratan, Pedoman Hidup Sehat, Diadaftasi dari Facts for Life Third Edition, United Nations Children's Fund (Unicef) 2002.