SEBAGIAN besar masyarakat tentu masih ingat kalau Borobudur yang kadung sudah tenar itu pernah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh Badan Dunia yang membidangi urusan pendidikan dan kebudayaan UNESCO pada 1991. Popularitas Borobudur juga ketika itu sangat lekat dikalangan pelajar karena masuk dalam buku pelajaran sekolah dan sering ditanyakan guru yang menyangkut pertanyaan soal salah satu dari 7 keajaiban yang ada di dunia modern.
UNESCO sendiri selain Borobudur, menetapkan ratusan warisan dunia lainnya sebanyak 788 tempat yang tersebar di seluruh dunia. Untuk Indonesia terdapat beberapa beberapa lainnya yang menjadi program UNESCO yaitu : Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon, Candi Prambanan, Situs manusia purba Sangiran, Taman Nasional Lorentz, dan Hutan hujan tropis Sumatera.
Namun seiring waktu, ternyata keberadaan Candi Borobudur yang dibangun sekitar abad 8 Masehi oleh para Raja Mataram dari Dinasti Wangsa Syailendra selama kurang lebih setengah abad itu, kini secara internasional sudah bukan bagian dari salah satu 7 keajaiban dunia. Penyebabnya bukan karena Borobudur tidak monumental lagi atau tidak ajaib, melainkan hanya karena Borobudur kalah populer dengan puluhan bahkan ratusan keajaiban lainnya yang berpencar dibelahan hingga pelosok dunia.
Mengapa demikian ? hal itu terjadi karena pilihan 7 keajaiban dunia yang baru dipilih dengan suara terbanyak (voting). Akhirnya, pada tanggal 7 Juli 2007 terpilih 7 Keajaiban dunia baru dengan suara terbanyak yaitu: Tembok Besar Tiongkok (RRC), Petra (Yordania), Patung Kristus Penebus (Brazil), Machu Picchu (Peru), Itzen Itza’ (Mexico), Colosseum (Italy), Taj Mahal (India) dan Piramid Giza (Mesir). Oleh karena itu, pemilihan berdasarkan voting ini lebih tepat untuk melihat 7 keajaiban dunia yang populer bukan melihat mana yang terbaik. Selain kepopuleran, faktor lainnya yang juga penting seperti bagaimana suatu masyarakat dan pemerintah bersatu padu untuk memperjuangkan situs peninggalan sejarahnya. Hal ini dapat dilihat dari kegigihan dan kebersamaan orang Brasil untuk memenangkan Monumen Patung Kristus Penebus. Juga orang India untuk kemenangan Taj Mahal, dan orang Jordania untuk kemenangan Petra.
Jadi Borobudur atau warisan dunia lainnya yang fenomenal bisa saja suatu saat nanti menjadi bagian dari keajaiban dunia yang baru, jika saja pemerintah dan rakyat yang berjumlah 250 juta jiwa ini bekerja bersama-sama untuk itu. Sayangnya hal itu belum terjadi juga hingga sekarang. Bahkan, maraknya aksi dukungan masyarakat terhadap Komodo yang telah berhasil masuk nominasi sebagai finalis 28 besar dalam ajang kontes 7 keajaiban dunia baru versi alam, kini terancam dibatalkan sebagai kontestan. Pasalnya, panitia penyelenggara yakni Yayasan New7Wonders kecewa dengan sikap Pemerintah Indonesia yang terkesan tidak mau menjalankan kewajiban selaku Tuan Rumah Tujuh Keajaiban Dunia yang bakal digelar pada 11 November 2011, rencananya di Jakarta.
Tudingan pihak penyelenggara New7Wonders yang dibidani oleh Bernard Weber terhadap pemerintah itu tentu saja dibantah. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata balik menuding pihak panitia penyelenggara tidak transparan dan dianggap membebani Indonesia dalam hal anggaran. Aksi saling tuding yang tak terelakan ini akhirnya berbuntut dibekukannya untuk sementara waktu kepesertaan Komodo sebagai finalis salah satu 7 keajaiban dunia sambil menunggu proses negosiasi antara pihak terkait yang hingga kini masih berlangsung.
Langkah berikutnya, Yayasan New7Wonder yang berbasis di Swiss melalui situs resminya telah mengumumkan penundaan Komodo sebagai finalis kampanye Tujuh Keajaiban Alam di Dunia hingga 7 Februari 2011. Penangguhan ini berarti semua suara atau vote untuk Komodo selama masa kampanye 7 Keajaiban Alam di Dunia takkan diperhitungkan. Tentu kondisi ini merugikan, karena berdampak menurunkan peringkat Komodo akibat dalam sepekan tidak ada penambahan suara. Saat ini saja peringkat Komodo up date terakhir Kamis (3/2) pukul 06.00 wib sudah berada diperingkat 17. Padahal sehari sebelumnya peringkat Komodo masih bertengger di urutan 14 dari 28 kandidat finalis.
Kita semua mengharapkan pemerintah dan panitia penyelenggara bisa menyelesaikan masalah tuan rumah maupun finalis Komodo di ajang 7 Keajaiban Dunia dengan baik. Jika tidak, dikhawatirkan nama Indonesia bisa tercoreng di dunia internasional. Begitulah sejumlah komentar dari pengamat dibeberapa media massa. Selain itu, kesempatan untuk masuk ranah internasional akan hilang di depan mata begitu saja. Padahal, antusiasme masyarakat sudah begitu tinggi untuk memperjuangkan Komodo sebagai salah satu bagian dari 7 keajaiban alam yang ada di dunia.
Disisi lain, niatan pihak panitia penyelenggara yang mengancam pembatalan kepesertaan Komodo dalam ajang pemilihan 7 keajaiban dunia, kalau itu terjadi dinilai sebagai langkah tidak etik, karena telah secara sepihak mengabaikan puluhan juta suara yang telah memilih Pulau Komodo dalam kurun waktu selama tiga tahun terakhir. Ini sebuah ironi.
Untuk diketahui, Komodo merupakan Biawak Raksasa yang memiliki keistimewaan karena merupakan satu-satunya hewan sisa peninggalan zaman dinosaurus yang masih hidup di dunia dengan habitat yang masih terjaga lantaran dapat hidup berdampingan dengan penduduk setempat.
Belum lagi keuntungan secara finansial dan pelestarian lingkungan dapat diperoleh jika Indonesia, khususnya Pulau Komodo, dilirik oleh masyarakat internasional. Turis dari mancanegara bisa mendatangkan devisa bagi negara. Penduduk setempat juga memperoleh keuntungan karena menghasilkan lapangan kerja baru buat mereka. Menyediakan penginapan, tempat makan, wisata budaya dan lainnya. Sungguh espektasi yang luar biasa.
Saya ikut terlibat dalam voting komodo di New7Wonder of Nature , bahkan ikut bergabung dalam komunitas jejaring sosial Facebook Group Dukung Pulau Komodo Jadi 7 Keajaiban Dunia sejak akhir 2009 yang sekarang Kamis (3/2) sudah memiliki sejuta lebih atau tepatnya 1.373.486 anggota. Tentunya, akan menjadi kepuasan tersendiri tatkala pilihan saya bisa masuk dalam 7 keajaiban dunia yang baru.
Terlepas dari berbagai kontraversi yang ada soal cara penentuan fenomena keajaiban dunia, saya sependapat jika pada era informasi saat ini sudah saatnya keajaiban dunia ditentukan secara demokratis dan bukan oleh badan-badan atau organisasi dunia semata. Cara yang ampuh salah satunya lewat Internet. Dengan cara seperti ini, warga dunia gencar dikampanyekan dan diajak berpartisipasi dalam pemungutan suara secara bebas melalui dunia maya. Tak kurang dari Wapres Boediono hingga rakyat biasa pengguna internet juga ikut berkampanye menggolkan Komodo masuk dalam jajaran keajaiban dunia. Pemilihan itu (Vote Komodo) dilakukan Wapres beberapa waktu lalu sebagai kampanye agar masyarakat Indonesia berlomba-lomba memberikan suara, sehingga diharapkan mampu menggenjot popularitas tujuan wisata di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur itu.
Pemerintah pun dalam beberapa kesempatan (sebelum saling tuding) selalu optimistis mampu mengumpulkan sedikitnya 200 juta pemilih dalam ajang Vote Komodo untuk New 7 Wonders of Nature. Sementara, pihak panitia penyelenggara yang dikomandani Bernard Weber konon menargetkan akan menyasar satu miliar pemilih untuk ajang tersebut.
Saat ini, Komodo sudah melewati dua fase sebelumnya dengan sukses. Fase pertama, berlangsung sejak Desember 2007 hingga 7 Juli 2009, dilakukan untuk memilih 77 nominasi. Kemudian, dari 77 nominasi tersebut terpilih 28 kandidat finalis yang diumumkan pada 21 Juli 2010. Dari 28 kandidat finalis resmi tersebut, akan dipilih tujuh keajaiban dunia yang paling banyak mendapat suara dari berbagai negara di dunia yang puncak penentuan pemenangnya akan diselenggarakan pada 11-11-2011.
Menggapai panggung keajaiban dunia bagi Komodo ternyata tidak mulus. Dukungan terbuka para pemimpin negeri (pusat dan daerah) ini sangat penting. Mereka diharapkan mau mengkampanyekan Pulau Komodo dan meminta semua masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Maraoke maupun di seluruh dunia agar memberikan suara untuk Komodo sebagai salah satu 7 keajaiban alam di dunia. Dalam jangka dekat hingga 7 Februari saat Vonis dijatuhkan, kita semua tentu mengharapkan pemerintah bisa menyelesaikan masalah tuan rumah maupun finalis Pulau Komodo di ajang 7 Keajaiban Dunia dengan baik.Jika tidak, pupuslah sudah penantian Masyarakat Indonesia untuk menyandang kembali sebagai salah satu negara pewaris keajaiban dunia yang telah diperjuangkan selama kurang lebih tiga tahun.
UNESCO sendiri selain Borobudur, menetapkan ratusan warisan dunia lainnya sebanyak 788 tempat yang tersebar di seluruh dunia. Untuk Indonesia terdapat beberapa beberapa lainnya yang menjadi program UNESCO yaitu : Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon, Candi Prambanan, Situs manusia purba Sangiran, Taman Nasional Lorentz, dan Hutan hujan tropis Sumatera.
Namun seiring waktu, ternyata keberadaan Candi Borobudur yang dibangun sekitar abad 8 Masehi oleh para Raja Mataram dari Dinasti Wangsa Syailendra selama kurang lebih setengah abad itu, kini secara internasional sudah bukan bagian dari salah satu 7 keajaiban dunia. Penyebabnya bukan karena Borobudur tidak monumental lagi atau tidak ajaib, melainkan hanya karena Borobudur kalah populer dengan puluhan bahkan ratusan keajaiban lainnya yang berpencar dibelahan hingga pelosok dunia.
Mengapa demikian ? hal itu terjadi karena pilihan 7 keajaiban dunia yang baru dipilih dengan suara terbanyak (voting). Akhirnya, pada tanggal 7 Juli 2007 terpilih 7 Keajaiban dunia baru dengan suara terbanyak yaitu: Tembok Besar Tiongkok (RRC), Petra (Yordania), Patung Kristus Penebus (Brazil), Machu Picchu (Peru), Itzen Itza’ (Mexico), Colosseum (Italy), Taj Mahal (India) dan Piramid Giza (Mesir). Oleh karena itu, pemilihan berdasarkan voting ini lebih tepat untuk melihat 7 keajaiban dunia yang populer bukan melihat mana yang terbaik. Selain kepopuleran, faktor lainnya yang juga penting seperti bagaimana suatu masyarakat dan pemerintah bersatu padu untuk memperjuangkan situs peninggalan sejarahnya. Hal ini dapat dilihat dari kegigihan dan kebersamaan orang Brasil untuk memenangkan Monumen Patung Kristus Penebus. Juga orang India untuk kemenangan Taj Mahal, dan orang Jordania untuk kemenangan Petra.
Jadi Borobudur atau warisan dunia lainnya yang fenomenal bisa saja suatu saat nanti menjadi bagian dari keajaiban dunia yang baru, jika saja pemerintah dan rakyat yang berjumlah 250 juta jiwa ini bekerja bersama-sama untuk itu. Sayangnya hal itu belum terjadi juga hingga sekarang. Bahkan, maraknya aksi dukungan masyarakat terhadap Komodo yang telah berhasil masuk nominasi sebagai finalis 28 besar dalam ajang kontes 7 keajaiban dunia baru versi alam, kini terancam dibatalkan sebagai kontestan. Pasalnya, panitia penyelenggara yakni Yayasan New7Wonders kecewa dengan sikap Pemerintah Indonesia yang terkesan tidak mau menjalankan kewajiban selaku Tuan Rumah Tujuh Keajaiban Dunia yang bakal digelar pada 11 November 2011, rencananya di Jakarta.
Tudingan pihak penyelenggara New7Wonders yang dibidani oleh Bernard Weber terhadap pemerintah itu tentu saja dibantah. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata balik menuding pihak panitia penyelenggara tidak transparan dan dianggap membebani Indonesia dalam hal anggaran. Aksi saling tuding yang tak terelakan ini akhirnya berbuntut dibekukannya untuk sementara waktu kepesertaan Komodo sebagai finalis salah satu 7 keajaiban dunia sambil menunggu proses negosiasi antara pihak terkait yang hingga kini masih berlangsung.
Langkah berikutnya, Yayasan New7Wonder yang berbasis di Swiss melalui situs resminya telah mengumumkan penundaan Komodo sebagai finalis kampanye Tujuh Keajaiban Alam di Dunia hingga 7 Februari 2011. Penangguhan ini berarti semua suara atau vote untuk Komodo selama masa kampanye 7 Keajaiban Alam di Dunia takkan diperhitungkan. Tentu kondisi ini merugikan, karena berdampak menurunkan peringkat Komodo akibat dalam sepekan tidak ada penambahan suara. Saat ini saja peringkat Komodo up date terakhir Kamis (3/2) pukul 06.00 wib sudah berada diperingkat 17. Padahal sehari sebelumnya peringkat Komodo masih bertengger di urutan 14 dari 28 kandidat finalis.
Kita semua mengharapkan pemerintah dan panitia penyelenggara bisa menyelesaikan masalah tuan rumah maupun finalis Komodo di ajang 7 Keajaiban Dunia dengan baik. Jika tidak, dikhawatirkan nama Indonesia bisa tercoreng di dunia internasional. Begitulah sejumlah komentar dari pengamat dibeberapa media massa. Selain itu, kesempatan untuk masuk ranah internasional akan hilang di depan mata begitu saja. Padahal, antusiasme masyarakat sudah begitu tinggi untuk memperjuangkan Komodo sebagai salah satu bagian dari 7 keajaiban alam yang ada di dunia.
Disisi lain, niatan pihak panitia penyelenggara yang mengancam pembatalan kepesertaan Komodo dalam ajang pemilihan 7 keajaiban dunia, kalau itu terjadi dinilai sebagai langkah tidak etik, karena telah secara sepihak mengabaikan puluhan juta suara yang telah memilih Pulau Komodo dalam kurun waktu selama tiga tahun terakhir. Ini sebuah ironi.
Untuk diketahui, Komodo merupakan Biawak Raksasa yang memiliki keistimewaan karena merupakan satu-satunya hewan sisa peninggalan zaman dinosaurus yang masih hidup di dunia dengan habitat yang masih terjaga lantaran dapat hidup berdampingan dengan penduduk setempat.
Belum lagi keuntungan secara finansial dan pelestarian lingkungan dapat diperoleh jika Indonesia, khususnya Pulau Komodo, dilirik oleh masyarakat internasional. Turis dari mancanegara bisa mendatangkan devisa bagi negara. Penduduk setempat juga memperoleh keuntungan karena menghasilkan lapangan kerja baru buat mereka. Menyediakan penginapan, tempat makan, wisata budaya dan lainnya. Sungguh espektasi yang luar biasa.
Saya ikut terlibat dalam voting komodo di New7Wonder of Nature , bahkan ikut bergabung dalam komunitas jejaring sosial Facebook Group Dukung Pulau Komodo Jadi 7 Keajaiban Dunia sejak akhir 2009 yang sekarang Kamis (3/2) sudah memiliki sejuta lebih atau tepatnya 1.373.486 anggota. Tentunya, akan menjadi kepuasan tersendiri tatkala pilihan saya bisa masuk dalam 7 keajaiban dunia yang baru.
Terlepas dari berbagai kontraversi yang ada soal cara penentuan fenomena keajaiban dunia, saya sependapat jika pada era informasi saat ini sudah saatnya keajaiban dunia ditentukan secara demokratis dan bukan oleh badan-badan atau organisasi dunia semata. Cara yang ampuh salah satunya lewat Internet. Dengan cara seperti ini, warga dunia gencar dikampanyekan dan diajak berpartisipasi dalam pemungutan suara secara bebas melalui dunia maya. Tak kurang dari Wapres Boediono hingga rakyat biasa pengguna internet juga ikut berkampanye menggolkan Komodo masuk dalam jajaran keajaiban dunia. Pemilihan itu (Vote Komodo) dilakukan Wapres beberapa waktu lalu sebagai kampanye agar masyarakat Indonesia berlomba-lomba memberikan suara, sehingga diharapkan mampu menggenjot popularitas tujuan wisata di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur itu.
Pemerintah pun dalam beberapa kesempatan (sebelum saling tuding) selalu optimistis mampu mengumpulkan sedikitnya 200 juta pemilih dalam ajang Vote Komodo untuk New 7 Wonders of Nature. Sementara, pihak panitia penyelenggara yang dikomandani Bernard Weber konon menargetkan akan menyasar satu miliar pemilih untuk ajang tersebut.
Saat ini, Komodo sudah melewati dua fase sebelumnya dengan sukses. Fase pertama, berlangsung sejak Desember 2007 hingga 7 Juli 2009, dilakukan untuk memilih 77 nominasi. Kemudian, dari 77 nominasi tersebut terpilih 28 kandidat finalis yang diumumkan pada 21 Juli 2010. Dari 28 kandidat finalis resmi tersebut, akan dipilih tujuh keajaiban dunia yang paling banyak mendapat suara dari berbagai negara di dunia yang puncak penentuan pemenangnya akan diselenggarakan pada 11-11-2011.
Menggapai panggung keajaiban dunia bagi Komodo ternyata tidak mulus. Dukungan terbuka para pemimpin negeri (pusat dan daerah) ini sangat penting. Mereka diharapkan mau mengkampanyekan Pulau Komodo dan meminta semua masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Maraoke maupun di seluruh dunia agar memberikan suara untuk Komodo sebagai salah satu 7 keajaiban alam di dunia. Dalam jangka dekat hingga 7 Februari saat Vonis dijatuhkan, kita semua tentu mengharapkan pemerintah bisa menyelesaikan masalah tuan rumah maupun finalis Pulau Komodo di ajang 7 Keajaiban Dunia dengan baik.Jika tidak, pupuslah sudah penantian Masyarakat Indonesia untuk menyandang kembali sebagai salah satu negara pewaris keajaiban dunia yang telah diperjuangkan selama kurang lebih tiga tahun.